Friday, March 27, 2015

First Step - Part 2

My IELTS Test

Saya mendatangi IALF Surabaya yang berada di Jl. Sumatra No. 49, dekat dengan stasiun Gubeng dan Hotel Sahid. Jarak dari rumah saya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 20 menit dengan motor dan tanpa ngebut hehehe.... Sesampainya di sana, saya bertemu dengan receptionist nya dan mengutarakan majsud kedatangan saya untuk mendaftar tes IELTS. Saya juga menceritakan tentang kondisi saya dan mereka dapat menerimanya. Bagi penyandang disabilitas seperti saya, untuk sign up IELTS test, saya harus mendaftar 3 bulan sebelumnya. Berbeda dengan orang awas yang dapat mengikuti tes tanpa persyaratan waktu. Saya meminta petugasnya untuk membantu saya mengisi form.

Hal ini dikarenakan mereka harus mempersiapkan tes yang sesuai dengan kondisi saya dan mengkonfirmasikannya dengan pusat (Cambridge, England). Saya memilih tanggal 28 Juni 2014 sebagai tanggal tes karena saya tidak punya pilihan lain. Saya harus segera mengirimkan berkas-berkas aplikasi AAS sebelum 14 Juli 2014. Biaya tes ini cukup mahal yaitu sekitar US$ 190 atau sekitar 2,3 juta rupiah waktu itu. Jadi, bagi yang berencana mengambil tes IELTS, saran saya : NIAT dan MODAL.

Beberapa hari kemudian saya dihubungi oleh IALF Surabaya dan diminta untuk menghadap Mr. Alex. Setelah bertemu dan berbicara dengan Mr. Alex (yang kebetulan native speaker), yang mengharuskan saya menjelaskan tentang kondisi saya dalam bahasa inggris. Luckly, he can understand every word that came out from my mouth :)) Intinya, Mr. Alex meminta saya untuk mengikuti placement test (tes ini digunakan untuk melihat tingkat kemampuan bahasa inggris anda) dan agar Mr.Alex dapat mengetahui kesulitan apa yang saya hadapi saat tes.

Placement Test ini saya ikuti dengan membayar sekitar 200 ribu rupiah. Beberapa hari setelah pertemuan dengan Mr. Alex, saya kembali ke IALF untuk mengikuti placement test. Saya lupa jam berapa saya mulai, tetapi tes itu dimulai dari pagi hari. Tes ini dikondisikan seperti tes IELTS dalam situasi sesungguhnya dan bentuk tes yang sama. Karena ini tes IELTS pertama saya, saya agak grogi namun tetap santai. Karena dikondisikan seperti aslinya, maka tidak ada perlakuan khusus bagi saya. Saya masuk dalam sebuh kelas, dan saat tes hanya ada saya dan satu orang pengawas tes. Tes dimulai dengan Listening, Reading kemudian Writing. Setelah selesai saya diminta untuk bertemu dengan Mr. Alex dan ia mengajak berbicara dalam bahasa inggris yang ternyata masuk dalam tes Speaking. Ia bertanya tentang kesulitan-kesulitan saya dalam mengerjakan tes dan ia juga memberi gambaran tentang hasul tes saya.

Menurutnya hasil tes saya sekitar 5-6 (Total Band). Dan ia bertanya berapa kira-kira target yang ingin saya capai. Karena untuk mendaftar AAS hanya dibutuhkan IELTS 5, maka saya menjawab 5.5 sebagai target (tidak terlalu berharap tinggi karena tes nya susah :) ). Mr. Alex memberi saya masukan dan meminta saya untuk mengikuti IELTS Preparetion yang ternyata cukup mahal. Sekitar 3-4 juta rupiah untuk 6 weeks (kalauu tidak salah). Saya akhirnya memutuskan tidak mengikuti preparetion karena tidak ada biaya dan memutuskan untu belajar secara mandiri melalui internet. Setidaknya saya sudah mengetahui bentuk tes IELTS dan ini hal yang penting. Jangan maju berperang tanpa mengetahui medan perang.



 The test's day has come. June 28, 2014 start at 8 am. Saya datang sebelum jam 8 di IALF, dan di sana sudah berkumpul banyak orang yang juga akan menjalani tes IELTS. Saya adalah satu-satunya peserta penyandang disabilitas yang mengikuti tes di hari itu. Setelah melakukan registrasi dan menitipkan semua barang bawaan, saya hanya mengambil pena, kaca mata, video magnifier dan pinsil untuk berjaga-jaga kalau di butuhkan (anda tidak diperbolehkan membawa barang apapun selain yang diminta oleh panitia tes). Satu per satu dipanggil masuk untuk registrasi kembali di dalam (virokrasi tes ini cukup ribet), dengan maksud untuk menjaga keamanan tes.



"Tommy....", terdengar nama saya dipanggil. Saya segera memasuki sebuah ruangan dan petugas meminta tanda pengenal saya untuk kemudian di masukkan dalam komputer. Setelah itu saya di foto dengan menggunakan webcam dan memasukkan data sidik jari saya. Setelah itu petugas memberi tahu saya nomor ruang tempat saya menjalani tes. Ruuangan itu berada di belakang pojok. Hanya ada 1 meja dan 2 kursi saling berhadapan dan ada layar proyektor yang menyala. Seoramh [etugas datang dan meminta saya meletakkan ID Card saya di depan. Ia menjelaskan prosedur tes dan menjelaskan beberapa penyesuaian tes.

Yup, tes ini telah di sesuaikan dengan kondisi saya sebagai tunanetra low vision. Saya di berikan extra time pada semua tes dan tetap menggunakan lembar soal seperti yang diberikan pada orang awas (tidak di ubah ke dalam bentuk Braille karena saya masih dapat melihat dan saya tidak bisa membaca hirif Braille). Di mulai jam 8 tepat, saya memulai tes dengan Listening, Reading dan Writing section. Saya menyelesaikan semua tes tersebut dalam waktu yang cukup lama dan saya baru keluar ruangan sekitar jam 2 siang. Tempat itu sudah tidak seramai tadi karena sebagian besar peserta tes sudah pulang. Mungkin saya adalah peserta terakhir.

Seperti apa tes IELTS itu dapat anda tanyakan pada mbah Google :) Salah satunya dapat di baca di sini.

Saya menunggu beberapa saat di dalam ruangan perpustakaan yang cukup nyaman. Perut sudaah mulai berbunyi tanda lapar. Saya baru ingat kalau tadi pagi sampai saat itu saya belum makan apa-apa. Lapaarrr.... :( Tak berapa lama, saya diminta masuk ke dalam sebuah ruangan dan di dalam sudah ada seseorang (bule) yang ternyata akan menguji Speaking section. Tes ini hanya berlangsung sekitar 10 menit dan saya bisa pulang.

What a day.... i'm really tired. Semoga saya bisa mendapat nilai sesuai target saya. Aamiin. 

Sunday, March 22, 2015

First Step - Part 1

Preparation

"Apa yang selanjutnya harus saya lakukan?"
Saya merasa benar-benar awam soal beasiswa ini karena saya belum pernah apply scholarship sebelumnya. Dan saya juga tidak tahu harus bertanya pada siapa.

Saya memulainya dengan membuka website AAS di internet, membaca sebagian besar penjelasan mengenai AAS dan juga membaca beberapa artikel di blog-blog para alumni AAS yang cukup banyak bertebaran di internet. Selain itu saya juga banyak bertanya pada teman ayah saya, Prof. Loekito, owner of the IDP Australia Malang, tentang beasuswa ini.

Hasil dari pengumpulan data adalah syarat mendaftar AAS. Daftar AAS dapat dilakukan dengan 2 cara, online dan melalui pos (hardcopy). Saya memilih hardcopy. Selain mengisi Application Form, syarat berikutnya adalah menyertakan dokumemn pendukung sebagai berikut :
  • copies of birth certificate or equivalent;
  • proof citizenship i.e. KTP or your passport personal information pages;
  • current Curriculum Vitae;
  • official (certified*) post-secondary and tertiary certificates/degrees;
  • official (certified*) post-secondary and tertiary transcripts of results;
  • current (original) IELTS or TOEFL English language test results (a test result obtained in 2014 or 2015 will be considered  current). The TOEFL prediction test is NOT accepted;
  • Masters applicants must also attach certified DIII degree certificate/transcript if using DIV or S1 extension certificate/transcript;
  • Doctorate applicants must also attach certified S1 degree certificate/transcript;
  • academic reference from S2 supervisor for Doctorate candidates; and
  • Doctorate and those Masters applicants whose study will include at least fifty percent research must fill the research proposal details on the application form.
 (sumber : www.australiaawardsindonesia.org)

Awalnya, saya mendownload Application Form dari www.australiaawardsindonesia.org. Setelah itu saya mengikuti saran dari Prof. Loekito untuk mengambil kursus di tempatnya. Tujuannya adalah untuk membimbing saya dalam pengisian Application Form, karena formulir ini adalah salah satu kunci keberhasilan saya dalam menembus AAS. Saya mengambil kursus selama 1 minggu dengan 1 kali pertemuan dalam satu hari. Oh ya, biaya kursus di IDP Australia Malang ini berkisar antara 500-600 ribu tergantung kebutuhan. Saya tidak tahu pasti biayanya karena Prof. Loekito selalu mengembalikan uang saya alias saya kursus gratis :)

Sebelum kursus di mulai, saya menceritakan kondisi keterbatasan saya dan maksud saya untuk mengikuti program AAS pada guru saya. Hal ini saya lakukan agar guru kursus saya tidak bingung ketika saya katakan kalau saya tidak bisa membaca tulisan dan menulis. Saya hanya mengharapkan bantuan mereka untuk membimbing saya dalam mengisi Application Form nya. 

  
Application Form AAS dapat diisi dengan menggunakakn tulisan tangan maupun dengan mengisi melalui file Word Document yang telah di unduh. Saya mengisi melalui laptop saya karena keterbatasan saya dalam membaca dan menulis. Guru saya membantu mengartikan maksud dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam formulir. Mereka juga membantu saya dalam memberikan jawaban yang sesuai.

Satu minggu telah berlalu dan Application Form sudah terisi. Langkah berikutnya adalah melengkapi dokumen seperti ijasah S1 yang dilegalisir (tetapi tidak perlu di translate ke dalam bahasa inggris), foto kopi KTP, Curriculum Vitae (CV), dan sertifikat tes IELTS (yang ini saya belum punya). Saya berencana mengambil tes IELTS. Menurut saya, saya tidak perlu kerja dua kali karena jika nanti di terima interview, saya harus mengikuti tes IELTS lagi meski gratis. Saya sudah memiliki sertifikat TOEFL tetapi tidak saya sertakan meskipun nilai saya 540 (syarat mendafatar AAS TOEFL 500 dan IELTS 5). 

Prof. Loekito membantu saya dan mempertemukan saya dengan Mr. Alex, kepala sekolah IALF (Indonesia Australia Language Foundatuin) Surabaya. IALF adalah salah satu tempat penyelenggara tes IELTS yang diakui oleh AAS. Dan IALF juga merupakan tempat Mbak Tantri mengambil tes IELTS. Yup, secara kebetulan Mbak Tantri juga merekomendasikan tempat ini karena menyediakan layanan khusus bagi penyandang tunanetra. 

to be continue....