Sunday, February 8, 2015

Meraih Mimpi, Menggapai Asa, Menembus Batas dengan Separuh Cahaya - Part 2

The First Sign

Saya masih ingat, waktu itu saya sedang berada di rumah seorang teman. Beliau adalah ketua Pertuni DPC Surabaya, Pak Ria namanya. Tepat satu tahun yang lalu, kami sedang mengadakan rapat tahunan Pertuni yang selalu kami adakan setiap setahun sekali di awal tahun. Pertuni adalah sebuah organisasi masyarakat kependekan dari Persatuan Tunanetra Indonesia.

Rapat tersebut dihadiri oleh sebagian besar pengurus, maklum saya juga termasuk sebagai salah satu pengurus Pertuni Surabaya. Setelah beberapa jam rapat, saya lupa kejadian rincinya tetapi saat itu saya sedang berbicara dengan salah seorang teman yang bernama Mbak Tantri. 

Mbak Tantri menawarkan pada saya untuk mengajukan permohonan beasiwa. Beasiswa tersebut adalah AAS (Australia Awards Scholarship) yang merupakan beasiswa pemberian dari pemerintah Australia untuk pengembangan Indonesia dan negara-negara lain yang bekerjasama dengan Australia. 

Mbak Tantri menceritakan pengalamannya saat mendaftar sebagai salah satu kandidat AAS di ttahun 2012. Namun sayangnya ia gagal mendapatkan beasiswa tersebut dikarenakan ia tidak memenuhi syarat minimal IELTS (untuk mendaftar minimal IELTS 5 atau TOEFL 500). Padahal dari teman-teman lain, saya dengar Mbak Tantri memiliki ketrampilan bahasa inggris yang baik, bahkan ia pernah di kirim ke Australia untuk studi banding. 

Ternyata menurut Mbak Tantri, nilai IELTS yang tidak mencukupi inilah yang menyebabkan kegagalannya. Dalam benak saya terlintas pertanyaan "Apa itu IELTS??" Kata itu terdengar asing di telinga saya, namun dengan sigap saya menyimpulkan ini pasti sama seperti TOEFL (walaupun saya harus mencari informasi lebih lanjut mengenai tes tersebut setelah hari itu). Mbak Tantri melanjutkan cerita tentanng pengalamannya, seperti apa tes nya, di mana ia mengambil tes nya, dan permasalahan yang dihadapi nya saat mengerjakan tes tersebut.

Sebagai penyandang tunanetra buta total, sepertinya sedikit sulit dalam mengerjakan tes nya meskipun sudah di modifikasi sehingga soal tes yang disajikan sudah dalam bentuk Braille. Berita baiknya, tes ini ternyata dapat disesuaikan dengan kondisi keterbatasan seseorang atau penyandang disabilitas. Cerita selengkapnya tentang pengalaman saya dalam mengikuti tes IELTS bisa dibaca di My IELTS Test.

 OK, pada intinya saya mengambil 2 kesimpulan dari cerita Mbak Tantri. Pertama, AAS juga diperuntukkan bagi setiap penyandang disabilitas yang ingin melanjutkan studi S2 atau S3 ke Australia. AAS mempersilahkan penyandang disabilitas untuk mengajukan permohonan beasiswa. Kedua, saya harus mengambil tes IELTS, karena salah satu syarat untuk mendaftar beasiswa ini adalah kemampuan bahasa inggris yang baik. 



Setelah pertemuan tersebut, saya merasa mungkin ini adalah sebuah tanda. Ini adalah kesempatan yang di berikan Tuhan dalam mewujudkan impian saya. Saya mencari informasi dari internet mengenai AAS. Informasi lengkap tentang AAS dapat anda lihat di www.australiaawardsindonesia.org. Pendaftaran di buka sejak bulan Februari 2014 dan penutupan (batas akhir pengumpulan berkas) pada 18 Juli 2014. Sepertinya tanggal pembukaan dan penutupan pendaftaran tidak selalu sama setiap tahun, jadi anda harus memastikan tanggal nya.

Next... Preparation!


No comments:

Post a Comment